Andaikan kau datang kembali
Jawaban apa yang kuberi,
Bersinarlah bulan purnama
(...)
Ini adalah lima tahun dari
perjalananku berlatih vocal, semua lagu telah aku nyanyikan. Semua lomba
menguras energiku hanya untuk menunjukan bahwa aku adalah yang terbaik.
Sebuah pengakuan dari orang lain,
benar-benar membuat saya ingin seperti mereka yang telah melalui perjalanan
panjang untuk menjadi seorang yang disebut orang. Dan saya berada dalam
setengah perjalanan dari itu semua.
Setelah mengikuti audisi TV
nasional dan hasilnya membuat saya terpuruk. Aku memilih menenangkan diri di
kamar sekaligus studio.
Setelah pengumuman yang mengiris
hati, saya memilih membungkus semua peralatan music yang kumiliki dan mengambil
nafas. Hanya sekedar membungkus dalam kotak-kotak yang bisa tersusun rapi dan
meletakkan di sudut kehidupan. Aku lelah
Akhirnya, aku membuat kesepakatan
dengan penghuni rumah, bahwa saya ingin melakukan beberapa hal lain yang
berbeda dari seni music. Mereka hanya bisa mendukung meskipun sebelumnya
sedikit shock. Dan saya hanya bisa mengatakan bahwa saya baik-baik saja dengan
ini.
Aku menghabiskan waktu melakukan
apa saja selain bermusik. Aku belajar membuat kue, berkunjung ke rumah keluarga
atau hanya duduk manis di taman sambil bercakap-cakap dengan beberapa orang
yang tidak saya kenal.
Semua indah dan menyenangkan.
Meskipun beberapa orang meminta saya untuk menyanyi untuk mereka beberapa lagu,
dan saya menyanyikan atas permintaan sesuai kemampuan.
“hi. Lagi sendiri?”
“Iya”. Saya memandang lelaki yang
hampir seusia atau lebih muda atau lebih tua membawa gitar sambil memain
beberapa tangga nada secara acak.
“Mau saya nyanyikan? Sebagai
tanda perkenalan”
“Boleh”. Hanya sekedar
mengiyakan, lagian tidak ada salahnya dia menyanyikan sebuah lagu.
“Siapa namanya?”
“Diana”. Jawabku pendek, tanpa
menanyakan ulang namanya. Berharap segera dia menyanyikan lagu
Diana-Diana-Diana. Gadis cantik
idamanku. Oh Diana-Diana. Disinilah dirimu bersamaku.
Oh
Sebuah lagu kejutan dari nama.
Ok.
“Lagunya belum jadi”. Katanya
sambil tersenyum manis menarik perhatian.
“Bagus kok lagunya, saya suka”.
Kataku tersipu
“Mau ngak, bantuin saya buat lagu
ini?”
Sangat manis dan pandai memberi
saya kejutan. Saya suka
“Gimana?”
***
Sejak perkenalanku dengan lelaki
ditaman itu dan memberikan nomor telpon. Dia mengirimkan pesan menanyakan kabar
dan meminta waktu bertemu. Sayangnya, saya tidak tertarik bertemu dengannya.
Saya belum ingin membicarakan music lagi seperti dulu, jadi saya hanya
mengatakan bahwa saya belum memiliki waktu untuk bertemu dan berbicara lebih
banyak lagi. Mohon maaf, teman baruku.
Sebagai gantinya, aku akan
menghabiskan waktu di rumah nenek di kampung halaman ibu. Disana saya akan
tinggal beberapa lama sesuai dengan kehendak hati, mungkin sekitar dua pekan
atau lebih. Tidak direncanakan dan tidak sedang ingin merencanakan sesuatu.
Mama dan Papa terlihat senang
dengan apa yang ingin saya lakukan, semoga saya bisa bersenang-senang disana
itulah harapnya.
Perjalanan cukup panjang dan saya
hanya menghabiskan waktu untuk tidur selama perjalanan. Tidak begitu
menyenangkan, meninggalkan setengah hati dengan apa yang telah membuat saya
terluka. Semua akan baik-baik saja, itulah janjiku pada diriku.
**
“Oh, anak manis datang. Mari
masuk!”. Nenek menyambutku dengan kehangatan yang membuat saya merasakan lebih
banyak kerinduan. Aku memeluknya dan memberikan ciuman panjang pada pipinya
yang sudah mulai keriput yang menunjukan usianya yang sudah tidak tua lagi
“Tidur sama nenek ya”.
“Iya, nek”. Akupun masuk ke kamar
dan meletakan tas saya.
Beberapa orang keluarga mulai
datang menyambutku penuh kehangatan, mengajak untuk singgah ke rumah dan
menawarinya beberapa hal kesukaanku.
Tentu saja saya menyakin mereka
bahwa saya akan berkunjung ke rumah mereka dan akan menghabiskan waktu dengan
mereka. Semua penuh tawa kerinduan yang telah lama terpendam oleh waktu dan
kesibukan.
**
Malam datang lebih cepat
mengantarkan pada ranjang untuk beristirahat setelah lama beraktivitas dan
mempersiapkan diri untuk hari esok.
Kulihat nenek sudah bersiap
tidur. Aku memilih diam ditempat ini terlalu cepat untuk tidur. Jam baru
menunjukan pukul Sembilan malam.
“Tidur, Na. Besok bangun pagi”.
“Sebentar lagi”.
**
“Nenek dengar, kamu tida
mendapatkan juara yang kamu inginkan dalam lomba nyanyi di TV”. Aku hanya diam.
Malas membahas masalah ini, terlalu sakit untuk dikenang.
“Nenek juga waktu masih muda,
suka ikut lomba-lomba seperti kamu. Hasilnya ya sekarang nenek bisa nyanyi”.
Hehehe
“Nenek mau ikut lomba nyanyi
lagi?” tanyaku mengusil
“Tidak butuh, sekarang nenek bisa
menyanyi untuk cucu nenek sudah cukup”.
“Saya mau mendengarkan”.
Nenek mulai menyanyi, sembari
bercerita dan saya mennaggapi beberapa hal yang tidak saya mengerti. Hingga
semua tertidur. Melupakan semua
**